Selasa, 04 Juni 2013

HARI GINI PAKAI BRIKET BATUBARA?



Pertanyaan di atas memang pantas dilontarkan di saat harga bahan bakar sudah mulai murah lagi. Program konversi penggunaan minyak tanah ke LPG juga membuat masyarakat kita mulai melupakan penggunaan minyak tanah. Apalagi setelah masyarakat mulai terbiasa dengan kompor gas, tentunya dengan segala kenyamanannya, tentunya pantas lah bila sekarang kita ucapkan sayonara pada penggunaan minyak tanah. Kita patut mengacungkan jempol untuk program konversi tersebut, walaupun kita juga perlu juga memberikan catatan adanya beberapa kelemahan dari program tersebut dalam pelaksanannya di lapangan.

Melirik ke penggunaan minyak tanah (lagi) saja sudah enggan, apalagi ke briket batubara. Sudah susah dinyalakan dan susah pula dimatikan, bau asapnya mengganggu, dan juga seabreg kekurangan-kekurangan yang lainnya. Jadi pantaslah bila kita lontarkan pertanyaan yang agak sinis ini : Hari gini pakai briket batubara ?.
 
Melalui program konversi penggunaan minyak tanah ke LPG Pemerintah berencana mengkonversi penggunaan minyak tanah sekitar 5,2 juta kilo liter kepada penggunaan 3,5 juta ton LPG hingga tahun 2010 mendatang yang dimulai dengan 1 juta kilo liter minyak tanah pada 2007. Pada akhir tahun 2010, sebanyak 80% konsumsi minyak tanah bisa beralih ke LPG.
Melalui program tersebut masyarakat mulai merasakan kelebihan-kelebihan dari penggunaan bahan bakar gas tersebut. Masyarakat yang sudah menggunakan LPG semakin setia menggunakannya, walaupun terjadi pergeseran, yang tadinya masyarakat memanfaatkan LPG kemasan 12 kg sekarang ramai-ramai beralih ke kemasan 3 kg. Masyarakat juga mulai “malas” menggunakan minyak tanah, selain karena kurang praktis dibanding penggunaan LPG, pasokan minyak tanah ke masyarakat juga sudah sangat langka.
Akhirnya masyarakat juga jadi terlena dengan penggunaan LPG murah bersubsidi dan lupa melakukan upaya diversifikasi ke energi non LPG. Sampai suatu saat “bila” harga LPG dinaikkan dengan kenaikan yang signifikan, barulah terjadi hiruk pikuk wacana mencari bahan bakar alternatif selain LPG. Haruskah kita menunggu hal ini terjadi ?. Terlambat. Pernahkah kita berkaca pada saat terjadi kenaikan harga BBM ?. Walaupun kenaikan harga BBM pernah terjadi beberapa kali dengan kenaikan harga yang signifikan, namun tetap saja kepanikan hanya terjadi sesaat, setelah itu keadaan berjalan seperti tidak terjadi apa-apa.

Diversivikasi Energi Non LPG
Ada beberapa energi alternatif gas selain LPG, misalnya dimethyl ether. Namun tak ada salahnya pula bila mencoba bahan bakar padat misalnya briket, yang kata sementara orang, sudah dianggap kuno. Mengapa briket batubara ?. Bukankah penggunaan briket batubara sebagaia bahan bakar berbahaya bagi kesehatan penggunanya karena rumah di Indonesia rata-rata dirancang tanpa cerobong dapur guna saluran pembuangan asap ?.
Bahaya itu kian jelas karena di Indonesia, yang disebut ventilasi hanya satu lubang di langit-langit atau dinding dapur. Memasak dalam ruangan dengan bahan bakar padat, termasuk batubara, meningkatkan risiko kanker paru secara signifikan.
Alasan-alasan tersebut bisa kita terima. Tapi apakah alasan tersebut menghentikan langkah kita untuk melakukan upaya diversivikasi energi ?.
Sebagai gambaran, briket batubara memiliki tingkat emisi yang jauh lebih rendah ketimbang minyak tanah, menjadikannya sumber energi substitusi yang lebih aman bagi kesehatan. Hasil uji Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan pembakaran 1 kg briket selama 2-3 jam hanya menghasilkan tingkat emisi karbonmonoksida (C0) rata-rata 106 ppm. Sementara minyak tanah 250-390 ppm, atau tiga kali lipatnya.
Briket batubara juga hanya menciptakan emisi nitrogen monoksida (NO) dengan konsentrasi amat kecil lantaran tidak dibakar dalam temperatur amat tinggi. Sementara tingkat emisi sulfur dioksida (SO2) briket rata-rata di bawah satu persen, angka yang aman untuk kesehatan, mengingat kandungan sulfur batu bara Indonesia rendah.
Makanan yang dimasak dengan menggunakan kompor briket batubara tidak memiliki resiko besar terhadap kanker. Pengujian hal tersebut telah dilakukan BPPT melalui uji coba daging yang dibakar dengan briket serta arang dan membawanya ke Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM), ternyata hasilnya trend ke arah kanker sama saja dengan bila menggunakan bahan bakar bukan briket. Jadi tidak ada bedanya dan tergantung juga dari cara memasaknya.
Manfaat dan Keuntungan Memasak dengan Briket :
1. Menghemat bahan bakar
2. Daya tahan briket lebih lama
3. Nyala bara lebih bersih dan panas nyala bara relatif lebih tinggi
4. Aman dan tidak meledak
5. Rasa, bau, dan aroma makanan tidak berubah, tetap asli
6. Non toksik (tidak beracun)
7. Ruangan dapur tetap bersih
8. Perabot dapur tidak hitam
9. Abu bekas briket dapat dipakai sebagai abu pembersih

KEUNGGULAN LAIN DARI BRIKET BATUBARA
Briket batubara dibandingkan minyak tanah
- Harga 1 kg briket batubara Rp 1200 - Rp 1500
- Harga 1 liter minyak tanah Rp 4000 – Rp 6000
- 1 liter minyak tanah setara dengan 1,8 kg briket batubara
- Jadi, untuk membeli 1 liter minyak tanah Rp 4000 sedangkan untuk membeli
  briket cukup dengan Rp. 3000 saja.

Briket batubara dibandingkan LPG
- Harga 1 kg LPG Rp 5750
- 1 kg LPG setara dengan 2,5 kg briket batubara
- Jadi, untuk membeli 1 kg LPG Rp 5750 sedangkan untuk membeli briket cukup
  dengan Rp. 3750 saja.

Kesimpulan : Harga briket batubara lebih murah dibandingkan dengan harga minyak
tanah maupun LPG. Jadi, mengapa tidak beralih ke briket batubara ?.

Untuk Informasi lebih lanjut, hubungi :
Ir. A Anam, MT (HP. 08128068608, 0217560550)
email: ahsonosh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar